Persebaya-7 Magnificents 0f Persebaya
Knitted Scarves
Made in Germany
Scarvespedia:
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada
awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal
Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama
Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun
1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB
Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB
(PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani
kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan
yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan
tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan
antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final
kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.
Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak
Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga
istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS
Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali
Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan tujuh kali
menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973, 1977, 1987,
dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan
klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia
sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun
1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama
yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green
Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim
klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya
terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus
dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim
selanjutnya.
7 Legenda Persebaya
Mudayat
Mudayat adalah
eks pemain Persebaya era 60-an. Berposisi sebagai gelandang bertahan,
Mudayat adalah seangkatan Jacob Sihasale, Bob Hippy dan Mardi Santoso.
Seperti dilansir media sosial Persebaya, sebagai pelatih, pria
kelahiran, Kedung Sroko 15 Desember 1940 silam ini, pernah mengantar tim
Persebaya junior, atau yang lebih dikenal sebagai Persebaya
Sawunggaling, juara Piala Suratin 1976. Dua tahun setelahnya, ia
mengantar Persebaya juara Liga.
Mudayat juga pernah berbaju Tim (Timnas) Indonesia era 60an. Mudayat tercatat sebagai anggota Timnas untuk Asian Games 1966.
Rusdy Bahalwan
Rusdy Bahalwan (lahir di Surabaya, 7 Juni 1947 – meninggal di Surabaya,
7 Agustus 2011 pada umur 64 tahun)[1][2] adalah mantan pemain dan
pelatih sepak bola Indonesia.
Rusdy mengawali karier sepak bolanya
dari klub Assyabaab pada 1963[3] dan berposisi sebagai bek kanan. Pada
1970-1979 ia memperkuat Persebaya Surabaya dan merebut juara kompetisi
Perserikatan pada 1976.
Pada 1972 Rusdy dipanggil masuk tim nasional
PSSI B. Setahun kemudian ia dipanggil tim Indonesia bersama empat
pemain Persebaya lainnya yaitu Abdul Kadir, Waskito, Jacob Sihasale dan
Budi Santoso. Mereka digembleng pelatih Djamiat Dalhar untuk persiapan
terjun ke turnamen Merdeka Cup di Kuala Lumpur, Malaysia dan Anniversary
Cup.
Setelah gantung sepatu, Rusdy ditunjuk menjadi pelatih
Persebaya dan membawa klub itu juara Liga Indonesia III pada 1997.
Pemain binaan Rusdy saat itu antara lain Jacksen F. Tiago, Carlos de
Mello dan Eri Irianto. Sempat membesut tim nasional Piala Tiger 1998,
Rusdi terakhir kali tercatat sebagai pelatih Persewangi Banyuwangi pada
2000.
Mustaqim
Mustaqim. Striker haus gol kelahiran Surabaya
6 September 1964 ini pernah menjadi idola warga Surabaya karena
performa apiknya selama memperkuat tim berjulukan Bajul Ijo di periode
1985-1988.
Duetnya bersama Syamsul Arifin kala itu sangat ditakuti
lawan. Jika keduanya ada di kotak penalti, kans sekecil apapun bisa
dikonversi menjadi gol. Mustaqim tidak hanya tajam saat mengeksekusi
peluang, tetapi juga aksi individunya kerap membuat pemain belakang
kerepotan menjaganya.
Mustaqim punya andil besar atas sederet
prestasi yang dicapai Persebaya. Salah satu gelar juara paling fenomenal
adalah Perserikatan 1987-1988. Selain itu ada juga trofi Piala Tugu
Muda, Piala Persija, dan Piala Hamengkubuwono.
Seusai mengantarkan
Persebaya juara Perserikatan pada musim itu, Mustaqim hijrah ke
Petrokimia Gresik pada musim 1989-1990. Tetapi, hanya bertahan satu
musim, Mustaqim pulang kampung dengan memperkuat Assyabaab mulai
1990-1991.
Di tim itu Mustaqim menahbiskan dirinya sebagai pencetak
gol terbanyak Divisi I. Tak puas hanya meraih gelar individu, Mustaqim
hengkang ke Mitra Surabaya yang diperkuatnya selama empat tahun hingga
1994.
Muharom Rusdiana
Muharom Rusdiana Salah satu anggota
generasi Juara 1988 ini lahir pada 14 Juni 1961. Saat ini beliau bekerja
sebagai karyawan di PDAM Surabaya. Seorang legenda yang bermain di tiga
final berbeda, di musim kompetisi 1986/1987, 1987/1988, dan 1989/1990.
Dengan raihan 1 juara (1987/1988) dan 2 runner up (1986/1987 dan
1989/1990).
Eri Irianto
Eri Irianto (lahir di Sidoarjo, 12
Januari 1974 – meninggal di Surabaya, 3 April 2000 pada umur 26
tahun)[1] adalah seorang pesepak bola Indonesia. Eri mengawali kariernya
di Petrokimia Putra pada musim 1994-1995. Sempat bergabung dengan klub
Malaysia Kuala Lumpur FA, Eri kemudian memperkuat Persebaya Surabaya
yang sempat dibawanya menjadi runner-up Liga Indonesia 1998/1999. Eri
tercatat sepuluh kali tampil pada posisi gelandang bersama Tim nasional
Indonesia dengan perolehan tiga gol.[2][3]
Pada pertandingan
Persebaya Surabaya melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 Nopember
tanggal 3 April 2000, Eri Irianto bertabrakan dengan pemain PSIM asal
Gabon, Samson Noujine Kinga. Dia pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.
Namun, malamnya ia akhirnya dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit
Dokter Soetomo karena serangan jantung.[1][4]
Untuk menghormati
jasa-jasa Eri untuk Persebaya, mess Persebaya kemudian dinamai "Wisma
Eri Irianto". Nomor 19 yang pernah dipakai dirinya dipensiunkan setelah
kematiannya dan kostumnya disimpan di dalam sebuah lemari kaca di mess
Persebaya.[3][5]
Jacksen F.Tiago
Jacksen Ferreira Tiago
(dikenal juga dengan Jeksen F Tiago, Jaksen F Tiago) (lahir di Rio de
Janeiro, Brasil, 28 Mei 1968; umur 48 tahun) adalah seorang mantan
pemain sepak bola dari Brasil yang pernah bermain di serta melatih
Persebaya Surabaya. Dia adalah salah seorang striker asing yang paling
terkenal dan mempunyai karier sebagai pemain dan pelatih yang sukses di
Indonesia. Sebagai penduduk yang lama tinggal di Indonesia, ia fasih
berbahasa Indonesia dan Jawa.
Dia adalah pemain terbaik dalam Liga Indonesia pada musim 1996/1997 saat dia membawa Persebaya menjadi juara.
Dua musim di Persebaya, dia lalu pindah ke Singapura untuk membela
Geylang United, namun hanya bertahan semusim sebelum kembali ke
Persebaya. Pada tahun 2001, dia kembali bermain di Petrokimia dan pada
akhir musim tersebut pensiun sebagai pemain. Setelah pensiun, dia
berganti menjadi pelatih.
Tiago membawa Persebaya, yang terdegradasi
semusim sebelumnya, promosi ke Divisi Utama pada tahun 2003 dan juara
pada musim 2004.
Mat Halil
Mat Halil tercatat sebagai salah
seorang skuad inti di barisan pertahanan kesebelasan Persebaya Surabaya.
Halil juga termasuk dari sedikit pemain yang sangat setia untuk tidak
berpindah-pindah klub. Pasalnya, pesepakbola kelahiran 1979 ini telah
membela klub Bajul ijo tersebut sejak musim 1999.
Pemain yang
juga lahir di ibukota propinsi Jawa Timur tersebut telah dipercaya untuk
mengawal pertahanan tim Persebaya dengan posisinya sebagai bek sayap.
Namun, menjadi seorang pemain bertahan tidak berarti Mat Halil tidak
mampu menyarangkan gol ke gawang tim lawan. Tidak jarang barisan
pertahanan lawan justru kerepotan membendung laju sayap Persebaya ini
ketika Halil muncul sebagai penyerang lapis dua atau tiga.
Memulai debut karir sepakbolanya dengan bergabung bersama tim PSSI
Surabaya dan Persebaya Junior, lebih dari 14 tahun sudah Mat Halil
memakai seragam hijau kebanggaan tim kota Surabaya tersebut. Tentu saja
hal ini tidak berarti sayap pertahanan Persebaya ini 'tidak laku'
dilirik tim besar lain. Mat Halil tercatat berulang kali menolak tawaran
yang datang dari berbagai tim yang turut meramaikan kancah
persepakbolaan Indonesia. Dan kesetiaan Halil membela klub Bajul Ijo
tersebut bukan tanpa alasan karena bermain bersama klub sepakbola
kampung halamannya sudah menjadi impian sejak kecil, bahkan mungkin
satu-satunya impian Mat Halil sebagai pesepakbola profesional.
Dan lebih dari satu dasawarsa membela Persebaya, Mat Halil sudah
merasakan suka dan duka bersama tim kesayangannya ini: naik podium
ketika Persebaya menjuarai Liga Indonesia pada 2004, pahit getir ketika
timnya harus terjungkal ke zona degradasi pada musim kompetisi 2002 dan
2006.
Sempat dipatok dalam posisi penyerang oleh pelatih Rusdi
Bahalwan pada 2002, hingga profil diunggah Mat Halil tercatat sebagai
salah seorang pemilik klub anggota internal Persebaya El Faza dan
membina ratusan calon pesepak bola muda berpotensi.